Banyak kasus ketimpangan sosial dialami oleh para tenaga kerja Indonesia. Sebut saja, tenaga kerja yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil yang marak akan praktik korupsi. Bahkan, proses rekrutment para PNS dan pegawai honorer ini kental akan aroma nepotisme. Sayangnya, hal ini diperparah dengan buruknya kualitas pelayanan kepada publik. Sebaliknya, jika diperbandingkan dengan nasib para tenaga kerja di luar pemerintahan. Mulai dari tenaga kerja di luar negeri yang menjadi korban penganiayaan dan kurang mendapat perlindungan, perlakuan diskriminasi (tidak adil) antara pekerja/buruh dengan pengusaha, sistem praktik kerja outsourcing yang menyengsarakan, dan masalah lainnya yang jerap terjadi pada tenaga kerja Indonesia. Awal tahun 2014, pemerintah telah mengsahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang ini bertujuan menciptakan aparatur sipil negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Sedangkan, kehadiran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini diharapkan dapat menjadi problem solving atas semua permasalahan di bidang ketenagakerjaan tersebut. Bahkan, ditambah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), tenaga kerja Indonesia semakin dijamin kesejahteraannya. Buku ini menjawab semua kebutuhan hak dan kewajiban para aparatur sipil negara (pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah), dan tenaga kerja Indonesia secara umum. Temukan juga informasi mengenai seluk beluk tentang BPJS. Dilengkapi dengan bonus CD berisi peraturan pemerintah dan peraturan menteri terbaru, buku Undang-Undang ini semakin komplit dan dapat menjadi acuan bagi para aparatur negeri sipil, tenaga kerja secara umum, maupun pengusaha. Semoga buku ini bermanfaat. Selamat membaca! Buku terbitan GalangPress (Galangpress Group).
Pasal. 114. Pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu
membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memili 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi madya untuk setiap 1 (satu)
lowongan jabatan. Tiga calon nama pejabat pimpinan tinggi madya yang terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian.